Energi Merupakan Persoalan Kedaulatan Negara
Pimpinan DPR mengajak seluruh komponen bangsa meletakan persoalan energi sebagai bentuk kedaulatan negara dengan merubah paradigma energi bukan sebagai pendapatan semata.
"Yang paling utama merubah paradigma mendasar kita dalam berpikir terkait persoalan energi saat ini ditempatkan semata-mata sebagai pendapatan nasional dalam APBN, Bukan kedualatan energinya tetapi melihat persentasenya,"kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung di hadapan peserta seminar KEN yang mengambil tema KEN Sebagai fondasi terwujudnya kedaulatan energi nasional sebagai kemandirian bangsa, di Gedung Pustakaloka, Senin, (28/11).
Menurut Pramono, Kedaulatan energi harus menjadi bagian dari kebijakan negara. Pram mencontohkan Korut, meskipun negaranya tertutup dan terkena embargo oleh AS dan sekutunya ternyata mereka bisa survive di bidang energi artinya bangsa Korut meletakan energi sebagai kedaulatan negara. "Negara lainnya yaitu Kuba dengan penduduk sekitar 11.7 juta dan wisatawan 3 juta, mereka juga terkena embargo dan satu-satunya minyak diperoleh dari negara Venezuela, bahkan harga minyaknya sama seperti Indonesia dan penduduknya merasa tidak kekurangan energi sama sekali,"paparnya.
Dia mengatakan, persoalan energi ini merupakan carry over sejak zaman Orba lalu, artinya omong kosong apabila kita ingin berdaulat tapi tidak merubah paradigma kita. "Kita harus menyadari bahwa energi merupakan kedaulatan bangsa. misalnya saja AS kebutuhan energi mereka sebesar 30 juta barel perhari namun tidak ada setetespun minyak diambil dinegaranya. Mereka mengambil dari luar negaranya. Artinya pertarungan kedepan adalah energi,"paparnya.
Bahkan, lanjut Pram, dirinya melihat persoalan konflik di Timteng tidak terlepas dari persoalan perebutan energi migas di Timteng antara AS dan Cina. "Jika terkait persoalan demokrasi maka tidak akan terjadi konflik tersebut,"katanya.
Yang kedua kebijakan energi nasional kita harus dirubah. Pembuat kebijakan DPR dan pemerintah harus memikirkan energi dalam jangka panjang tanpa dipengaruhi kepentingan sesaat. "Negara kita negara demokrasi di dunia bahkan pemilu bisa 11 kali dan sangat liberal, orang yang duduk di ranah kebijakan jangan dibiarkan mengeluarkan cost yang besar dalam berdemokrasi yang berdampak mengedepankan kepentingan individu dan kelompoknya semata,"ujarnya.(si)/foto:iw/parle.